Pages

  • Home
  • Author
  • Contact
  • Shop
facebook linkedin twitter youtube

ZAKIA MAHARANI

    • Home
    • Fashion
    • _Trendy
    • _Latest
    • Lifestyle
    • shop
    • travel
    • food

    Ibu,
    apakah sudah selesai berdoa?
    jika belum, bolehkah kami menitipkan satu doa saja?
    tampaknya doa ibu lebih cepat Didengar Tuhan
    ketimbang kami, hamba-Nya yang terlalu bar-bar

    Satu doa saja
    "jauhkan kami dari manusia yang gemar bertanya 'kapan'."
    kami kira pertanyaan itu akan berhenti
    sejak tahun lalu pernikahan kami.

    Tentu, kami menikah 
    bukan untuk menghentikan orang bertanya "kapan", bu.
    hanya saja, tak habis pikir
    bahkan setelah menikah, pertanyaan itu muncul melulu!

    "kapan naik kelas?"
    "kapan lulus?"
    "kapan masuk universitas?"
    "kapan bekerja?"
    "sudah mapan, kapan mau nikah?"
    "kapan punya anak?"
    "ah, anaknya kan baru satu, kapan punya anak lagi?"
    "kapan mau hamil lagi?"
    "kapan..
    "kap..
    "k..

    Apa memang hidup ini hanya perkara menjawab "kapan"?
    Ibu, kami tidak mau dibuat bertanya-tanya untuk anugerah 
    ataupun ujian yang nantinya Tuhan berikan pada kami

    Jika saja kami tahu, 
    akan kami kabarkan.
    namun, kami sama bingungnya
    dihadapkan dengan rahasia
    dipaksa menebak takdir demi menafkahi ego,
    dan rasa penasaran mereka
    hampir setiap hari

    Ibu,
    masihkah berdoa?
    ijinkan kami titip satu doa sederhana..



    Continue Reading


    Untuk Ica Hardian.

    Sebelum melanjutkan ke paragraf selanjutnya dari tulisan ini, saya beritahu lebih dulu kalau tulisan ini kemungkinan akan penuh makian, kata-kata kotor, dan sedikit pujian. Kamu boleh meninggalkan tulisan ini kalau tidak berkenan, atau tetap tinggal kalau penasaran. 

    Barangkali kamu telah mengenal Ica—sahabat saya yang biasa muncul di pembaruan Insta stories atau WhatsApp status. Atau kita sama-sama sahabat Ica, atau kamu adalah Ica. Siapa saja juga bisa jadi Ica, tapi belum tentu setiap orang adalah Ica. Tentu pernyataan ini sangat luas artinya. Bisa jadi secara pembawaan, psikis, nasib, nama, atau cita-cita, pokoknya apa saja. 

    ***

    Sebagai sesama perempuan—bukan sebagai sahabat Ica—saya akan luar biasa iri melihatnya walau sekali. Bagaimana tidak, apa yang kurang dari Ica? Perempuan dewasa dengan kenampakan paras seperti dia, seharusnya sudah berlabel "seleb" sebuah media sosial seperti Instagram, Tiktok, atau Twitter. Atau bisa saja ikut ajang putri kecantikan di negeri ini. Jujur saja, kalau dilihat-lihat hidup Ica terlalu sempurna. Terlahir sedap dengan orangtua yang demikian memanjakan dan mencintainya bak putri raja, adik nan menggemaskan, lingkungan pertemanan yang seru, laki-laki mana yang tak tertarik pada Ica dalam sekali pandang? Bohong kalau kamu bilang ica tidak menarik. :) 

    Meski kebencianmu pada Ica melebihi alam semesta, dengan kedua bola matamu dan pikiranmu yang waras, tentu kamu akan tetap bilang bahwa Ica cantik. Kepalang cantik. Kamu boleh lihat dari sudut manapun dengan lensa apapun. Bahkan saat dia bersin, menguap, cemberut, atau sedang berak. Dan kamu akan tetap menyumpahi dia dengan umpatan kotor nan jahat sambil terbayang Ica terlalu cantik untuk ucapanmu yang biadab. Lalu kamu melanjutkan kehidupanmu yang biasa-biasa saja dengan penuh benci. Kebencian yang sakit.

    Sebagai pacar Ica, sepertinya saya agak kerepotan. Bingung lebih tepatnya, tidak tahu harus mengimbangi Ica dengan cara apa. Hidupnya terlalu sempurna perihal kasih sayang; apalagi soal tampang, bagaimana bisa Ica lebih bersinar ketimbang rembulan? Seolah-olah alam semesta juga tidak setuju kalau Ica jadi pacar saya. Kadang, kepada Tuhan saya berdoa, agar tidak ketahuan kalau saya bajingan.  

    Pacaran dengan Ica bikin saya susah tidur, kepikiran paras dan pembawaannya yang lucu dan terlampau lugu, sesekali bergurau lelucon tolol tapi tetap sangat menggemaskan. Tapi saya yang payah dan pencemburu ini mana kuat melihat gerak-gerik laki-laki garong yang mencoba mendekati Ica, entah secara langsung, atau yang main dukun. Meskipun saya juga berpotensi brengsek, tapi saya akan selalu menjaga Ica agar tidak terluka dan membuat senyumnya merekah setiap harinya. Karena jika Ica sampai menangis karena terluka oleh saya, maka seumur hidup saya akan terus mengutuki diri tanpa ampun. 

    Sebagai mantan pacar Ica—yang putus baik-baik maupun tidak—tentu saya akan coba mencari sosok Ica pada perempuan lain, itu pun kalau ada. Karena jalan balikan dengannya telah tertutupi dengan kebrengsekan saya, mungkin saya tetap bisa melihatnya di media sosial, tapi tetap terlalu sulit mendekati dia. Sambil main game, karaoke-an, scroll Twitter, atau sibuk dengan gebetan, hari-hari tetap saya sempatkan untuk sekadar menengok media sosial Ica, kebetulan saya hanya tahu Instagramnya, dan beberapa akun teman-temannya yang sering mengunduh keseruan mereka bersama Ica. Meskipun sudah saya lakukan diam-diam sambil menyesali perpisahan kami saati itu, sialnya masih saja ketahuan. Ya ketahuan Ica, ya ketahuan gebetan. Belakangan, saya dengar gebetan saya mencak-mencak ngomelin Ica. Duh. Saya tidak berniat memantik api, saya sudah dibuat pusing dengan cinta tidak terbalas ini, sekarang Ica mungkin semakin kesal karena perlakuan perempuan-perempuan lain yang memakinya entah lewat pesan atau lisan. Jujur, saya ingin minta maaf mewakili mereka karena berbuat jahat pada Ica. 

    Sebagai Mamang Burjo belakang kosan, mbak Ica paling suka Indomie Ayam Bawang pokoknya. Kadang dimakan bareng temen kosnya, kalo cerita suka lama, tapi seneng euy, ketawanya renyah kayak kerupuk. Saya pernah itu direkam sama temen-temennya mbak Ica. Malu pisan. Tapi mereka selalu jadi pelanggan tetap saya. Kalo nongkrong sampai jam 2 malam, kadang ngantuk, tapi ya gimana lagi. Seru pokoknya mah. Udah gitu aja ya. 

    Sebagai sahabat Ica—dari sudut pandang Zakia—lebih dari 5 tahun mengenal Ica memang tidak ada jaminan bisa mengerti dia sepenuhnya. Bahkan kalau dipikir-pikir, Ica pun tidak betul-betul memahami dirinya. Sejauh yang saya kenal, sebagai sahabat, teman sekamar, sefakultas, sepermainan dan seperburjoan, Ica dikelilingi dengan banyak energi positif dari orang-orang yang sangat menyayanginya. Dia tidak kurang suatu apapun. Selama tinggal satu kamar dengan Ica di sebuah indekos sejuk di dekat kampus kami, tidak hanya berbagi kamar, namun juga berbagi cerita, berbagi makanan dan minuman, dan banyak hal lainnya. 

    Saya harus mengakui Ica terlalu mudah dicintai.

    Dan saya juga Seperti yang kamu—mungkin ketahui—Instagram story saya dipenuhi oleh sahabat-sahabat saya, dan yang paling sering adalah Ica dan Ondel. Beberapa kali saya menemukan akun-akun garangan atau teman laki-laki saya yang sengaja mengintip akun Ica entah mau cari apa selain perhatian. Tapi syukurlah mereka tidak begitu mengganggu.

    Waktu-waktu kami masih di indekos dikejar-kejar deadline tugas berlembar-lembar dan kopi bergelas-gelas. Kami selalu bermain sepanjang hari dalam berbagai musim. Menjelang tidur malam hari, baru kami akan merangkum seluruh cerita hari ini, kemarin atau cerita-cerita kotor dan tolol kami masa lampau. Penat tak tertahankan, perihal asmara masing-masing, kami saling mencatat kejadian demi kejadian sebelum benar-benar terlelap. Tidak jarang kami bercerita sambil terkekeh, berteriak, memaki, mengumpat, bahkan menangis tersedu-sedu sepanjang malam hingga pagi. Sambil lari terbirit-birit berebut kamar mandi untuk kuliah pagi.

    Masuk kampus di fakultas yang sama, wisuda pada hari yang sama. Jumlah IPK kami juga hampir sama, ya selisih satu angka lah. Tapi persaabatan kami bukan cuma soal jumlah dan angka-angka. Saya mengasihi Ica sama besarnya dengan keluarga sendiri. Maka setiap ada manusia bedebah menyakitinya, ada perasaan saya juga yang terampas. Beberapa kali menghadapi DM garangan kurang ajar tentang Ica, beberapa perempuan gila mengumpatnya mengira merebut lelakinya—padahal memang mata keranjang. 

    Semua orang akan menilai sesuatu dari yang nampak oleh kedua bola matanya, karena untuk melihat hal lain pada seseorang membutuhkan waktu untuk dekat denganya, empati tak bisa diperoleh begitu saja dengan dua mata.

    ***

    Sebagian dari cerita itu tentu hanyalah fantasi, bebas saja mau dianggap yang mana meurutmu yang fakta atau fantasi. Saya tidak berhutang klarifikasi apapun kepada kamu. Lagipula, tulisan ini untuk sahabat lekat saya, Ica Hardian yang beberapa kali tertangkap basah sedang menangisi bajingan yang sebenarnya nggak keren-keren amat. Sayang sekali, dia tidak tahu bahwa dirinya cantik. Air matanya terlalu mewah untuk seorang bajingan yang bahkan tidak bisa membaca. Saya menyesalkan dia terlalu bodoh saat jatuh cinta, tapi siapa juga yang bisa waras kalau jatuh cinta? 

    Saya menyesalkan segala perasaan yang Ica berikan untuk laki-laki bajingan, tapi lagi-lagi itu hak Ica untuk jatuh cinta pada pria mana saja dan siapa saja. Entah perjalanan cintanya penuh bunga-bunga atau bertebaran luka. 

    Untuk Ica Hardian yang begitu mudah dicintai, saya selalu mengirimkan banyak doa baik, berada di sampingnya menjadi teman party dan patah haty. dan menepuk pundaknya lebih sering agar menjauhkan dia dari bajingan-bajingan pengerat yang kekejamannya tiada ampun.

    Continue Reading



    Iya, kamu nggak salah baca. 

    Namun, sebelum teman-teman membaca lebih jauh, sejatinya tulisan ini bukan ulasan atau riset botani menyoal tanaman lidah mertua. Silakan meninggalkan halaman ini agar kalian tidak semakin nggondok karena kesal dengan tulisan saya. hehe.

    Ngomong-ngomong, jika dicari dari literatur di internet, sekali klik "search" untuk asal muasal nama tanaman lidah mertua, kita akan menemukan bacaan yang sama: Sansevieria dikenal dengan sebutan tanaman lidah mertua karena bentuknya yang runcing dan tajam. Begitu kata Wikipedia dan hampir seluruh artikel mengandung arti nama lidah mertua. 

    Pemberian nama ini sepertinya karena sebagian besar mertua pada umumnya akan berlidah tajam kepada menantunya. Gara-gara tanaman ini, saya sebagai calon menantu—saat itu—jadi tengsin dan ciut karena ditakut-takuti oleh ragam cerita atau bahkan pengalaman pribadi teman-teman saya. Kengerian ini semakin menjadi-jadi saat beberapa teman saya yang sok tahu itu memupuk rasa takut akan sosok mertua, jauh sebelum saya menikah dengan Reza. Ada-ada saja cerita mereka soal mertuanya yang katanya galak, rese, tukang adu domba, pelit, otoriter, dan segala pertunjukan sadis lain yang mereka peragakan dengan penuh penjiwaan. Pokoknya seolah-olah menantu perempuan yang tinggal dengan mertuanya pasti menderita atau hidup penuh mimpi buruk.

    Saya bayangkan dalam ingatan saya tentang orang tua Reza sejak awal kami pacaran—dan hingga saat kami menikah, tidak pernah berperilaku sedemikian keji seperti cerita teman-teman saya soal para mertua mereka. Kepada ibu, ingatan saya melulu dipenuhi tutur kata lembut khas penyiar radio RRI tanpa beda, perhatiannya pada hal-hal besar sampai terkecil pun membuat saya takjub, apalagi saat kami akan bepergian. ibu akan jadi orang paling sibuk berhari-hari sebelumnya karena menyiapkan ini dan itu—yang kami pikir tidak penting tapi jadi item paling dicari nantinya. Sejak Reza dan saya masih pacaran, seingat saya, ibu hanya marah saat Reza pulang kemaleman, bangun kesiangan, atau lupa punya janji. Itupun lebih terdengar seperti sayup-sayup suara angin sore di pinggir pantai bagi saya. Demi Tuhan, cara bertutur ibu memang selembut itu.

    Kepada bapak, ingatan saya mengenali beliau lewat masakan-masakan khasnya, baik itu dibuat terburu-buru ataupun diracik demikian cerdik. Setup atau kolak pisang andalan bapak seringkali disuguhkan ketika saya main ke rumah Reza. Ada tempe goreng, aneka sambal tomat, sambal kecap, sambal rujak, sambal tempe, sayur sop, dan banyak lagi. Bapak tak pernah habis ide untuk olahan makanan yang tersisa, tidak sulit membuat sayur, lauk, atau camilan jadi segar dan layak makan lagi. Akhir-akhir ini saya baru tahu Bapak memang sebegitu sayang dengan makanan sisa dan anti buang-buang makanan. 


    ***


    Ingatan-ingatan manis itu semakin menutupi ucapan teman-teman saya soal perasaan ngeri tinggal bersama mertua. 

    "Emang belum aja, Jak." Ucap mereka meyakinkan saya. 

    Mereka tentu bermaksud menggoda. Tapi saya harus jujur, rangkaian cerita itu membuat saya diam dan terus berpikir. Bukan-bukan, itu tidak mempengaruhi saya dalam melihat kedua orang tua Reza—yang kini mertua saya. Saya berpikir dan mencari, segala beda, sikap buruk, atau perlakuan tidak enak apa yang pernah saya terima. Semakin saya berpikir, semakin saya pusing. Saya tidak berhasil menemukan satu pun. 

    Ibu dengan lugu dan tutur kata lembutnya, bapak dengan masakan dan ketegasannya. Jika pun pernah kami berselisih, kami hanya bicara dengan bahasa kasih. Terlalu sulit bagi saya membayangkan bapak dan ibu marah, dan jika suatu saat itu betul terjadi kepada saya, memangnya kenapa, ya?

    Ibu dan bapak saya sendiri, tidak pernah diam saja kalau saya salah. Lagi pula, saya memang patut diomelin. Hahaha. Karena berdasarkan pengalaman saya nih, setelahnya pasti diberi uang jajan atau diberi makan, walau sebelumnya uring-uringan dan drama nangis luar biasa. Ibu dan bapak saya tidak pernah diam saat saya belok salah jalan. Bukankah begitu cinta seharusnya bekerja? 


    Kalau ternyata saya berjalan menuju jurang, tentu orang tua saya akan menggandeng saya dan menunjukkan jalan atau cara berbelok menuju tujuan yang benar.


    Jujur saja, jauh sebelum menikah, saya dan Reza pernah bicara perihal tempat tinggal kalau kami sudah menikah. Kami sudah rencanakan pindah ke rumah baru kami setelah serah terima kunci dan berbagai urusan administrasi selesai. Juga telah ada dalam rencana menempati kontrakan murah di daerah terdekat dengan kantor kami bekerja di Semarang untuk sementara. Atau kos-kosan kecil yang nyaman untuk kami berdua. Tapi tinggal dengan mertua, toh tidak seburuk yang diceritakan orang-orang. 

    Sepertinya saya mulai mengerti, Sansevieria disebut lidah mertua, bukan hanya karena tajam dan lancip tubuh tumbuhan ini, melainkan juga fungsinya yang menjaga. Ia melawan racun udara menggunakan mulut daunnya, menyaring, menjadikan udara bebas polutan, agar orang yang tinggal di sekitarnya menikmati udara segar tanpa cemar.

    Continue Reading




    Setelah menikah dengan Reza, tidak banyak yang berubah dari kami berdua selain berat badan yang kian naik drastis setiap hari. Tak cuma saya, tapi juga Reza. Sejak pacaran pun, kami punya kebiasaan yang sama: doyan makan dan doyan rebahan. Ada waktu libur sedikit saja, pasti digunakan untuk tidur dan makan seharian. Maka ketika menikah pun demikian. Jam tidur kami sama-sama dini hari, pukul 01.00 biasanya kami baru mau ndlosor di kasur sambil ngusep-usep kaki di sprei. Berbeda dengan Reza, saya bisa langsung tidur kalau sudah nempel kasur, Reza selalu menghabiskan hampir satu jam atau bahkan lebih untuk main game yang membuatnya bosan, ngantuk, lalu jatuh terlelap sendiri. 
    Continue Reading

     


    Sudah aku siapkan, berbagai macam diksi dan kata-kata ajaib di seluruh ragam bahasa yang aku mengerti untuk mengisahkan bagaimana Reza Hazmi dan aku akhirnya bertemu—setelah melewati masa kelam masing-masing. Aku masih takjub, membayangkan laki-laki yang kutemui melalui Tinder itu ternyata sungguhan mencintaiku. Kuingat kembali, dulu aku pernah mencoba mencari orang melalui Tinder hanya untuk menikahi siapapun meski tanpa cinta, asal menyenangkan hati ibuku yang demikian kalut karena anak perempuan pertamanya tampak tidak begitu tertarik untuk menikah.
    Continue Reading
    2018

    Berawal dari unggahan sebuah akun instagram kenamaan tempat saya berasal: @cepueksis dengan tautan berikut https://www.instagram.com/p/B5cfWf_hRPE/ yang memuat video keruhnya Sungai Bengawan Solo sejak tanggal 25 November 2019 lalu. Saya putar kembali video tersebut dan menyimak riuh kolom komentar penuh resah kesah mengeluhkan kondisi Bengawan Solo terkini. Saya tercekat.
    Continue Reading


    Ada tempat-tempat tertentu yang selalu membawa kita terbang menuju suatu masa paling kita kenali. Seperti petualang waktu, jauh sekali terbawa ke dalam sebuah masa dan semua terasa begitu nyata.

    Aku kembali lagi kemari. Sebuah indekos yang hampir setahun tak kudatangi semenjak pindah ke indekos lain. Aku, Ica, dan Ondel sudah berjanji bertemu di sebuah mall di tengah kota selepas aku pulang kerja. Kami bertemu kembali di tempat yang berbeda dari sebelumnya, peluk dan cium serta perasaan bahagia menyelimuti perjumpaan kami. Aku selalu senang memiliki orang-orang yang betapapun sulit tetap mau menyempatkan waktu untuk bertemu.

    Continue Reading
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Az-Zakia Maharani

    Good heart but this mouth.

    A woman who write to fix her own heart. Gumballand's sparkling hands. Hot wife of Reza Hazmi (yea sorry, I'm not single). And so called-budak korporat. Let's be friend, find me on @zackiaefron.

    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    Press

    press

    Labels

    #30Hari30Tulisan (12) #BudayaNgopi (3) #Cinta (2) #IbadahNgopi (4) #KopiUntukSemua (3) #MainMain (3) #MoratMarried (2) #PPLJOURNAL (1) #Puisi (1) #Review (3) #SaJakia (1) #Solo (1) #TemanNgopi (3) #TemanPartydanPatahHaty (1) #WeMetOnTinder (1) #YellowTruck (1) Buku (2) Curcolan (12) Earth (1) Education (5) Environment (1) Episode Baru (1) Filosofi (2) Kampus (4) KEDAI KOPI (3) Kultur (7) Mahasiswa (9) Menuju Menikah (1) Tentang Kamu (2) Wisuda (1)

    Recents Posts

    Blog Archive

    • ►  2016 (1)
      • ►  January 2016 (1)
    • ►  2017 (18)
      • ►  January 2017 (12)
      • ►  April 2017 (1)
      • ►  May 2017 (1)
      • ►  August 2017 (2)
      • ►  October 2017 (1)
      • ►  November 2017 (1)
    • ►  2018 (13)
      • ►  January 2018 (7)
      • ►  May 2018 (2)
      • ►  July 2018 (1)
      • ►  September 2018 (1)
      • ►  October 2018 (1)
      • ►  November 2018 (1)
    • ►  2019 (5)
      • ►  March 2019 (2)
      • ►  November 2019 (2)
      • ►  December 2019 (1)
    • ►  2020 (2)
      • ►  November 2020 (1)
      • ►  December 2020 (1)
    • ▼  2021 (3)
      • ►  January 2021 (1)
      • ►  February 2021 (1)
      • ▼  April 2021 (1)
        • Surat untuk Ibu: Titip Doa
    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top