TURNING 24!


Yang merenggut kebahagiaanmu adalah perbandingan.    —  Edward Suhadi

Kira-kira begitu caption di salah satu post Edward Suhadi yang paling saya suka. 

Tanggal 10 Oktober lalu, saya ulang tahun dan tidak menginginkan apapun kecuali bisa memaafkan diri saya sendiri atas segala kesedihan yang saya buat di kepala ini. Jika ditanya oleh siapapun tentang siapa orang yang paling saya benci dan paling saya cintai, maka itu adalah diri saya sendiri.
Dulu sewaktu kecil, saya terbiasa beradu peringkat di kelas. Mulai dari pelajaran eksak dan non eksak. Keluarga, saudara, tetangga, siapapun membicarakan peringkat dan kehebatan masing-masing anak mereka dengan pongah tanpa ampun. Bagai bidak catur, diangkat dan dijatuhkan terserah strategi mereka mengatur tutur.

Menginjak usia belia, seolah tak pernah tidur, mereka terus membicarakan nilai ujian, sekolah terbaik, biaya les mahal dan segala angka-angka kebanggaan. Mau tidak mau, saya harus terus berpacu demi menjadi idaman entah untuk siapa.

Ah, apalagi jadi perempuan. Tak hanya dibandingkan soal nilai guna, tapi juga rupa. Katanya kecantikan hanyalah setebal kulit, tipis sekali. Tapi orang-orang terus membandingkan perempuan satu dan lainnya layaknya barang dagangan di toko pinggir jalan: kalau tidak sesuai kemauan pasar, siap-siap ditanggalkan. Berdebu dan usang. Produk-produk "kecantikan" kian mengatur gerak perempuan pada standar cantik semau mereka. 

Tiba saat banyak kawan saya menikah (dan bercerai). Orang-orang kembali memandang saya, ada yang dengan sopan dan tentu ada juga yang kurang ajar bertanya semi mendikte soal rencana menikah ini dan itu.

Setahun yang lalu, setelah adik laki-laki saya menikah lebih dulu ketimbang saya, Ibu menangis sepulang dari pasar. Katanya beberapa orang di pasar memeluknya dan terisak karena mendengar adik laki-laki saya lebih dulu menikah dan "melangkahi" saya. Mereka perlakukan ibu saya seolah tertimpa musibah kehidupan yang dahsyat sehingga mereka harus prihatin. Tai kucing! Padahal saya dengan senang hati ingin melihat adik saya bahagia dengan pilihan hidupnya. Apalagi saat ini mereka telah dikaruniai anak yang sangat cantik dan lucu. 

Tapi mereka memang kepalang sialan. Saya kembali dikurung pada perbandingan antar perempuan dan "pencapaian" mereka yang kini "bahagia". Mereka buat analogi-analogi kebahagiaan seolah ia adalah milik sekelompok orang yang telah berpasangan dan terbukti keabsahann cintanya melalui ikatan pernikahan. Egois betul! Kekejaman mereka telah sampai di ubun-ubun dan mengganggu kenyamanan saya. Kebahagiaan internal saya terganggu dengan unsur-unsur eksternal orang asing tak dikenal tapi kepalang ikut campur sembarangan. 

Pada sebuah pagi yang teduh, dengan usia saya saat ini di teras rumah, saya ditampar lagi dengan angka-angka upah kerja dari orang-orang yang nilainya fantastis dibanding saya. Omongannya kepalang tinggi soal kerja dengan passion atau bukan, tanpa peduli betapa proses adalah hal yang pantas dihormati juga keberadaannya, terlepas dari passion atau desakan sosial.

***

Saya tumbuh dewasa dan terbiasa dengan perbandingan ini dan itu sepanjang hidup saya tanpa kenal ampun pada diri saya sendiri.

Kejanggalan yang hingga kini tak saya temui jawabannya masih sama: mengapa orang-orang gemar sekali memaksakan standar kebahagiaan mereka pada orang lain? Sudah dua dekade lebih, saya terkurung oleh mulut-mulut jahanam yang menganga tak pernah tidur, mencari-cari hal lain mana untuk bisa dibandingkan dengan saya atau siapapun. 

Saya menjadi dewasa tanpa pernah bisa puas dan memaafkan diri saya untuk proses apapun yang telah saya capai dengan susah payah hingga berdarah-darah. Tubuh dan pikiran saya terus dipaksa mengikuti anggapan bahwa diri ini takkan ada gunanya kalau tak mampu membuktikan kehebatan dan kebahagiaannya pada orang-orang.

Kini saya tidak ingin diganggu. Saya takkan mau dikurung lagi dalam labirin analogi-analogi ngawur mereka. Seperti kata Paulo Coelho, orang-orang bodoh yang suka sekali memberi nasehat tentang kebun kita, sebenarnya justru tak pernah mengurus tanaman-tanamannya sendiri. Saya akan menjalani hidup damai dan bahagia sesuai kehendak hati dan pikiran saya pribadi tanpa perlu membuktikan apapun kepada siapapun.

Kepada diri saya yang ulang tahun 10 Oktober lalu,
selamat ulang tahun dan bahagialah!

0 Comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah menanggapi postingan di atas!

My Instagram