Tim PPL yg setiap pagi piket salaman |
“Di SMP 13 Semarang, yang deket
lah.” Jawab saya dengan santai.
“Lho, emang tadi udah nge-klik?”
“Nge.. huh? Wait, what was that?”
Pukul 07.40,
kelas penuh dengan laptop yang menyala dan sudah terhubung di jaringan internet
kampus. Semua sudah siap untuk mendaftarkan diri di tempat PPL gacoan
masing-masing. Countdown. Sampai pukul 08.00 semua berbondong-bondong membuka
laman resmi PPL UNNES secara serampangan. Aksi tikung-menikung dan
bantah-membantah tak bisa dihindarkan lagi. Kemudian wajah-wajah kalah mulai
menampakkan diri, para mahasiswa yang tertikung kawan sendiri karena terlambat
memilih lokasi praktik.
Semua kawan memandang saya
setelah menceritakan segala yang terjadi di kelas. Berulang-ulang saya menyebut
nama Allah karena “perang” telah usai padahal saya belum angkat senjata.
Jangankan mengangkat senjata, ketika “perang” berlangsung saja, saya masih
tergolek di tempat tidur. Innocently, saya mau nangis rasanya. Apalagi
mendengar sekolah gacoan sudah diambil oleh kawan yang lain. Sakit tapi tak
berdarah. :(
***
24 Juli 2017
“Sometimes the wrong choices bring us to the right places.“ — Anonymous
Setelah tragedi “perang” di kelas
beberapa waktu lalu, saya bahkan tak bisa menyebut diri sendiri “kalah sebelum
berperang”, sebab saya bahkan tidak tahu kapan “perang” tersebut dilaksanakan.
Payah memang. Saya telah menentukan pilihan pada sebuah sekolah di salah satu
kecamatan di Batang, satu-satunya pilihan yang ada. Tersisa satu kuota
mahasiswa. Baiklah. Saya tidak apa-apa. Sungguh.
Sambutan Kepala Sekolah |
Saya bersama kawan satu tim PPL
yang baru-baru ini sering mengadakan rapat untuk segala kebutuhan PPL mulai
dari tempat tinggal di lokasi praktik, seragam, anggaran selama praktik, hingga
cara bersikap dan bergaul. Kami disambut hangat oleh sekolah. Penghormatan yang
tidak kurang dan tidak berlebihan. Tapi saya belum bisa mengatakan: saya jatuh
cinta pada sekolah ini!
Belum.
***
25 Juli 2017
Minggu pertama ini akan dipenuhi
dengan pengerjaan laporan PPL 1 yang harus segera kami upload ke laman resmi
PPL UNNES. Schedule minggu ini sudah
difokuskan untuk observasi terkait fasilitas sekolah, tenaga pengajar dan
bagaimana keadaan sekolah secara keseluruhan. Tapi semua itu fana ketika
seorang guru memanggil saya.
“Saya sedang ada urusan ke Tegal,
bisa tolong gantikan saya, Mbak?”
Oke.
Oke.
Oke.
Saya siap. Tentu saja ini bukan
kali pertama saya berhadapan dengan makhluk bernama: siswa. Ini bukan kali
pertama saya mengajar. Tapi ini kali pertama saya masuk kelas tanpa persiapan
apa pun. YA ALLAH, GIVE ME PINTU KE MANA SAJA PLEASEEEE.
***
Beruntung, seorang koordinator
guru membimbing saya memasuki kelas. I
still remember how they stare at me clearly. Tampak wajah sumringah mereka
begitu saya berdiri di depan kelas. Sewajarnya anak SMP yang baru mencicipi
masa puber, kenakalan mereka masih cukup wajar dan seringnya lucu juga untuk
ditertawakan. Kelas VIII B adalah kelas pertama saya hari ini.
Ada sekitar 30 siswa di kelas
ini, dominan siswa laki-laki dibanding perempuan. Mereka sangat aktif pecicilan
selama saya mengajar, mereka mengingatkan saya dengan adik termuda saya di rumah—Rama.
Kami saling bercerita di kelas, tentu saja saya selingi dengan sedikit materi
terkait bab yang mesti dipelajari. Mereka bercerita bagaimana keadaan sekolah,
bagaimana guru pamong saya—guru IPS—mengajar mereka pada awal pertemuan minggu
kemarin.
Kelas selanjutnya adalah kelas
VII B dan VII D. Kira-kira 6 jam pelajaran hari ini saya memasuki kelas tanpa
pengawasan guru pamong. Saya benar-benar menikmati bagaimana langkah awal
menjadi seorang guru magang.
Kelakuan siswa-siswa di sini
sungguh membuat saya terus bersyukur dan bangga menjadi guru IPS. Dengan segala
keterbatasan fasilitas apalagi dibandingkan sekolah di perkotaan tempat
kawan-kawan praktikan yang lain, kegilaan
saya yang kelewat batas ini cukup mampu beradaptasi dan berpikir kreatif
untuk membuat mereka memahami pelajaran IPS yang materinya cukup banyak dan
bikin pusing.
Terlepas dari kondisi lingkungan
sekitar, saya tahu betul betapa siswa-siswa di sini memiliki potensi besar
untuk berkembang dan menjadi “orang besar”. Bagaimana tidak? Di sepanjang jalur
Pantura, tak tanggung-tanggung sekian banyaknya tempat hiburan, belum lagi laju
kendaraan-kendaraan bermuatan berlalu lalang tanpa henti setiap hari.
Hari pertama yang saya isi dengan
perkenalan dan sedikit ulasan materi terkait membuat saya sedikit bernostalgia
pada kenangan sewaktu saya seusia mereka. Bagaimana mereka berisik di kelas,
banyak tanya, banyak tingkah, jumpalitan ke sana ke sini, tak henti-hentinya
membuat keributan di kelas, seolah mereka berkata: welcome to the jungle, Bu Guru!
Lantas, apa saya melarang mereka berulah? Tidak.
Hahahaha, sungguh! Saya menyukai kelas yang ribut dan penuh dengan pertanyaan
siswa yang lugunya tak terkira. Saya menyukai mereka untuk menjadi diri mereka
sendiri. Membebaskan mereka berekspresi, membiarkan mereka berteriak, melontarkan
pertanyaan absurd, bersikap bocah, tertawa jahil, mengucapkan lelucon-lelucon
receh khas anak-anak, dan bagaimana mereka malu-malu menjawab pertanyaan atau
ketika digoda kawan mereka.
Di kelas saya, tidak dilarang untuk mereka bersikap apa adanya selama tidak menyakiti kawannya.
Pepatah bilang, waktu terasa
begitu cepat jika kita sedang menikmati sesuatu yang kita sukai. Begitu juga
hari ini.
Meskipun saya satu-satunya
mahasiswa praktikan yang sudah masuk kelas dan mengajar, saya tetap menikmati
waktu-waktu ini. Syukur tiada habisnya karena ditempatkan Tuhan di sini.
Berhadapan dengan siswa lebih dulu, memahami karakter mereka lebih awal, dan
menyusun strategi terjitu lebih dulu sungguh menyenangkan meskipun terasa tak
adil. Tapi saya tahu, ini semua proses yang baik.
7 Comments
Just like this...
ReplyDelete#uyee
Just like this...
ReplyDelete#uyee
Mengajar memang selalu menyenangkan, ya. Apalagi kalo yg di ajar masih di usia-usia anak menjelang remaja.
ReplyDeleteSaya memang bukan guru, tapi beberapa kali berdiri di depan kelas untuk mengajarkan atau menerangkan sesuatu kepada orang lain memang suatu hal yang membuat saya selalu merasa bahagia.
Semangat ya, PKLnya. Semoga segera lulus dengan nilai terbaik dan menjadi guru yg baik pula buat murid-murid nanti. :)
HAI ZAKIA!!
ReplyDeleteYeaaahhhh, welcome to the jungleeee...
Aduh, gue jadi ingat jaman dulu saat PPL juga di SMA bayangin. padahal kita anak mahasiswa ingusan dan anak SMA jaman sekarang kalau liat di tipi gitu songong songong. Untung di kamu enggak ya, walpun di foto itu akyaknya lagi pusing dia ngerjain soal dari Miss Zakia. Hihihi..
Just enjoy the process ya, pas PPL kemarin gue pikir bakalan susah tapi ternyata asik bingitsssssss kok, apalagi kalau anak SMA nya bisa kita 'genggam', pasti mereka jadi manis.
SEMANGAT!!
Kan benerrrr.. semua ada hikmahnyaa...
ReplyDeletemasuk kelas lebih cepet, it's mean bisa belajar dan praktek lebih banyak.
.
selamat berjuang menaklukkan murid yaa.. apalagi masa2 SMP itu pas lagi puber2nya...
.
bakakan banyak banget dilematik dan problematik nanti. Semoga tetap sabar and
KEEP TEACHING!
.
Salam gaul dari guru gaul
Selama sekolah, telah banyak diajar oleh guru PPL. Mereka asik2. Biasanha punya edukasi mengajar yg baru, meski pengalaman yg masih kurang. Tapi seru. Kadang masih bisa diajak becanda~
ReplyDeletewah ngajar nak smp harus sabar2 yah. #SEMANGAT
ReplyDeletePepatah bilang, waktu terasa begitu cepat jika kita sedang menikmati sesuatu yang kita sukai :D
Terima kasih sudah menanggapi postingan di atas!