Penggagas Cepu Baca Buku: Indah Salimin |
“Saya di ibukota sibuk mencari segala sesuatu yang entah apa. Tetapi malah tidak melakukan sesuatu yang bernilai untuk kampung saya sendiri.”
– Indah Salimin
Ada sebuah kota—kecamatan—di ujung Jawa Tengah yang
berbatasan langsung dengan Jawa Timur dan dipisahkan oleh Sungai Bengawan Solo:
Cepu “Kota Minyak”, begitulah kota ini dikenal. Kota yang mempertemukan saya
dengan salah satu orang cerdas penggagas rumah baca pertama di kota ini: Mbak
Indah Salimin.
***
Belum genap 10 tahun usia saya ketika melonjak kegirangan
atas hadiah komik cerita nabi dan rosul yang dibelikan Bapak saya di sebuah toko
buku di sekitar Jalan Stasiun Kota. Hampir setiap minggu Bapak akan memperbarui
bacaan saya. Saya gemar sekali membaca komik saat itu, bahkan ketika bermain
bersama kawan sepermainan pun kami saling berbagi cerita dan membaca bersama. Sampai
entah buku-buku itu enyah ke mana. Tragedi pinjam-meminjam buku ini ternyata
benar adanya.
Saya tidak punya cukup uang saku untuk berlangganan majalah
anak-anak atau membeli buku-buku incaran saya. Satu-satunya tempat membaca buku
adalah di perpustakaan sekolah—itu pun baru didirikan setelah saya kelas 5. Tapi
buku di perpustakaan sungguh terbatas, begitu pun waktu membaca di sana hanya
selama waktu istirahat yang tak kurang dari 30 menit, dan perpustakaan sekolah
hanya buka pada senin hingga sabtu lalu tutup pada jam pulang sekolah.
Beberapa tahun berlalu, akhirnya saya menemukan sebuah tempat
persewaan buku di dekat Taman Seribu Lampu. Koleksi bukunya cukup banyak, mulai
dari komik-komik anime, novel, majalah, tabloid, buku-buku ensiklopedi, dan
lain-lain. Biaya sewa perharinya saat itu sekitar Rp.900,- bergantung pada
jenis buku yang disewa. Tapi itu pun tak berlangsung lama. Entah kapan, tempat
itu pun akhirnya tutup.
Pada masa SMA, saya mulai menyukai koran harian, majalah
sastra, dan berbagai buku dengan pengetahuan baru. Letaknya di depan Kantor
Polisi, sebuah toko buku yang cukup klasik, tidak terlalu besar, tapi selalu up to date: Mayapada. Pemilik toko cukup
ramah kala itu, meskipun tidak begitu ramai pembeli, tapi toko ini adalah toko
favorite saya sewaktu SMA. Sayangnya, tempat itu pun tutup. Bangunannya kini telah
hancur dan barangkali telah dijual
pemiliknya.
Buku-buku mulai berdebu. Satu per satu tempat persewaan buku
di Cepu pun mulai tutup dan tidak beroperasi lagi. Tidak ada perpustakaan umum.
Tidak ada tempat persewaan buku. Tidak ada toko—yang benar-benar hanya—menjual buku
lagi.
Tidak ada tempat tinggal untuk buku-buku di kota ini.
***
2017
Instagram @cepubacabuku |
Bermula dari ketidaksengajaan saya yang melakukan random
search di instagram dengan keyword Cepu, saya menemukan sebuah akun yang sangat
menarik, Cepu Baca Buku. Maka bergerilyalah saya di antara feed akun instagram
ini. Lalu beberapa kali membelalakkan mata sendiri: After these days, seriously? What kinda world am I living in? KOK
SAYA BARU TAHU AKUN INI! 😧
Saya terus “mengikuti” setiap kegiatan Cepu Baca Buku yang
diperbarui melalui feed instagramnya atau insta-storiesnya. Seringkali saya
menyesal karena tidak dapat melihat sepak terjang rumah baca ini sejak awal, atau
karena ketinggalan info giveaway, atau tidak dapat ikut serta dalam event-event
yang diadakan.
Diam-diam saya ingin mengencani penggagas rumah baca ini.
Hehehe. hehe. he.
Tentu saja itu bercanda.
Simak cerita selanjutnya DI SINI! 💖💃
2 Comments
Nah ini ceritanya nanggung 😅, seolah sengaja bikin penasaran ya. Klo lihat pic ig nya tampaknya sdh dikelola dgn baik ya, dan cukup ramai jg pengunjungnya. Buku2 mmg masih termasuk mahal harganya. Sy dulu jg anggota perpus sekolah. Itu mmg salah satu perpus andalan sepanjang masa, syg koleksinya terbatas.
ReplyDeletewah saya juga suka sekali baca buku dari smp suka ke perpus tiap hari sering ngumpulin koran juga tapi gak pernah jadi pengurus perpus hahaha, sangat beruntung ada klub baca di cepu agar semangat literasi terus terjaga harus ikut nih kalau ada di kota saya pasti saya mau ikut hahaha
ReplyDeleteTerima kasih sudah menanggapi postingan di atas!