Aku berbaring di kamar indekos
ini untuk kali terakhir sebelum beranjak pergi. Kutatap kembali langit-langit
kamarku, kemudian mengelilingi dinding yang dulunya dipenuhi foto diri dan
orang-orang terkasihku. Barang-barang sudah kukemasi, lemari telah kukosongi,
begitu pula meja yang pernah dipenuhi buku-buku dan beragam barang
penting-tidak penting nan semrawut masa itu. Rak sepatu seharga delapan belas
ribuan di depan kamar juga telah kubongkar agar bisa dibawa dengan mudah. Pelan-pelan
air mataku luruh. Aku tidak pernah menyangka kepindahanku akan begitu dramatis
seperti ini.
Indekos dengan 7 kamar ini
dihuni oleh mahasiswi silih berganti. Ada yang masih tinggal, ada pula yang
tanggal. Aku mengingat kembali orang-orang yang pernah tinggal di sini: Ica
yang telah wisuda kemarin bersamaku; Emi yang sebentar lagi kerja di Jakarta
setelah lolos CPNS; Sasa dan Intan yang kabarnya telah bekerja; Farah juga
telah wisuda dan sepertinya sudah bekerja; Ondel, Ika, Riska, dan Farida yang
masih harus menyelesaikan kuliah mereka; Erna juga sudah bekerja; Mbak Fika
yang bekerja dan sedang ambil S2 di Beijing; dan Christin yang sudah menikah
dan kini punya anak. Tahun demi tahun kami lewati bersama-sama, hingga satu per
satu wisuda, kerja, dan menikah.
In frame (left to right): Jakia, Ika, Riska, Intan, Erna, Sasa, Emi, Ica, Ondel |
Rasanya seperti baru kemarin masuk kuliah. Seperti baru kemarin merasakan ospek. Mengenal makrab jurusan. Tapi hidup memang terus berjalan. Waktu tak pernah berhenti, bahkan ketika kita terlelap dan lelah.
Aku memejamkan mata, menyeka
air mataku, bangkit dengan malas. Berjalan pelan dan mengunci kamar. Langkahku menuju
bagian belakang indekos, ada dapur kotor, cucian basah di ember dan jemuran,
serta kulkas yang mengerang sepanjang hari. Kami pernah masak dan membersihkan
tempat ini bersama-sama. Saling tuding piring kotor siapa yang seenaknya
ditinggalkan saat dapur telah bersih. Saling mencicipi masakan masing-masing
setelah matang. Masak indomie bersama dengan terburu-buru saat telat bangun
sahur padahal alarm kami meraung-raung sepanjang malam.
Di sisi yang lain ada tiga
kamar mandi yang seringkali diperebutkan apalagi ketika semuanya ada kuliah
pagi. Kami semua saling teriak dan berebut air saat masa kekeringan. Silih berganti
membetulkan air saat selangnya mampat. Kerja bakti kalau sempat.
Aku berjalan lagi menuju ruang
tamu sekaligus ruang TV. Kami pernah makan bersama sambil menggonta-ganti
program tv, berdebat, bergunjing soal selebritis, tertawa terpingkal-pingkal
saat acara komedi, bercerita tentang dosen yang menyebalkan, mengeluh tentang
UAS yang soalnya jauh dari perkiraan, atau menikmati sahur dan buka puasa
bersama. Kadang-kadang kami juga dandan di sini demi memperoleh cahaya saat
pintu dibuka, sebab tidak ada jendela di kamar kami. Kami merapihkan alis,
menyelaraskan eyeliner, dan meratakan bedak di depan pintu ini.
Ditambah lagi saat berulang
kali indekos ini hampir dimasuki maling yang selalu mengaku hanya mengirim
paket—padahal cuma gimmick. Suasana mencekam saat ada salah seorang tamu atau
kawan kami yang kesurupan dan berakhir kami jadikan guyonan receh di akhir
malam. Tidak cukup menceritakan mereka dalam satu tulisan di blog yang terbatas
ini.
Di kepalaku berputar kembali
suara-suara mereka.
“Jakia sibuk nggak? Bantuin
mascara sama eyeliner-in aku dong. Hehehe ” Suara Emi saat dia mau pergi kencan
dengan pacarnya.
“Jak, Jak, udah tidur? Temenin
pipis dong.” Suara Ica yang seringkali kebelet pipis dini hari tapi tidak
berani ke kamar mandi sendiri.
“Jak, sini aku kerokin. Katanya
kamu sakit...” Suara Intan saat aku sakit. Kuberitahu, Intan punya tangan ajaib
seperti sentuhan Ibu dan seringkali membuatku takjub.
“Jak...”
“Jak...”
“Jak...”
Suara-suara lainnya timbul
tenggelam, berulang-ulang, sampai kepalaku pening, buru-buru kubuka mataku. Mereka
sudah tidak ada. Potongan-potongan suara itu hanya ada di kepalaku. Kalau boleh
jujur, sebenarnya aku rindu. Suara, peluk, canda, tangis, pertengkaran, atau
sentuhan-sentuhan mereka.
Kuusap lagi air mataku, aku melangkah keluar, menutup pintu sambil mengucap selamat tinggal dari lubuk hati yang terdalam. Aku tidak tahu bahwa sebuah rumah indekos bisa membuatku secengeng ini.
Aku harus pergi. Mereka pun. Kami
semua pada akhirnya pergi dengan tujuan masing-masing. Jika kawan-kawan membaca
tulisan ini, aku harap suatu saat ada waktu untuk bertemu kembali. Kapan pun. Nomor dan akunku masih tetap sama. Mari sempatkan bertemu. Meski
sekadar bertegur sapa, atau bercerita barang sebentar mencuri-curi agenda
kalian yang padat.
17 Comments
Aku terharu jak 😩
ReplyDeletesedih uy
ReplyDeletetapi ya namanya hidup, emang seperti itu. yang datang akan pergi.
semoga semuanya sukses dijalannya masing-masing. begitu juga dengan elu
Does your website have a contact page? I'm having a tough time
ReplyDeletelocating it but, I'd like to shoot you an email.
I've got some recommendations for your blog you might be interested
in hearing. Either way, great site and I look forward to seeing it expand over
time.
What's up i am kavin, its my first time to commenting anywhere, when i read
ReplyDeletethis paragraph i thought i could also make comment due to this good
piece of writing.
Hi, all the time i used to check webpage posts
ReplyDeletehere early in the morning, since i like to gain knowledge of more and more.
Right here is the right site for anyone who would like to understand this topic.
ReplyDeleteYou know so much its almost tough to argue with you (not that I really will need
to…HaHa). You certainly put a brand new spin on a topic that has been discussed for years.
Wonderful stuff, just excellent!
This info is priceless. How can I find out more?
ReplyDeleteIts such as you read my mind! You seem to grasp a lot about this, like you
ReplyDeletewrote the e-book in it or something. I believe that you simply can do with some % to drive the message home a bit,
but instead of that, that is fantastic blog. A great read.
I'll certainly be back.
I have been surfing online more than three hours today, yet I never found any interesting article like yours.
ReplyDeleteIt's pretty worth enough for me. In my opinion, if all site
owners and bloggers made good content as you did, the net will be a lot more useful than ever before.
Thanks for some other magnificent article. The place else may
ReplyDeletejust anybody get that type of information in such an ideal approach of writing?
I have a presentation next week, and I'm on the search for
such information.
Thanks for the good writeup. It in truth was a leisure account
ReplyDeleteit. Glance advanced to far introduced agreeable from you!
However, how can we keep in touch?
Hi there! I realize this is kind of off-topic however I
ReplyDeletehad to ask. Does operating a well-established website like yours take a lot
of work? I'm brand new to operating a blog
but I do write in my journal everyday. I'd like to start
a blog so I will be able to share my own experience and feelings online.
Please let me know if you have any recommendations or tips for new aspiring bloggers.
Appreciate it!
Have you ever thought about adding a little bit more than just
ReplyDeleteyour articles? I mean, what you say is valuable and all.
But think about if you added some great visuals or video
clips to give your posts more, "pop"! Your content is excellent
but with images and clips, this site could definitely be one of the greatest in its field.
Wonderful blog!
Hey! Someone in my Myspace group shared this site with us so I came to look it over.
ReplyDeleteI'm definitely loving the information. I'm bookmarking and will be tweeting this to my followers!
Excellent blog and excellent design.
Thanks in support of sharing such a good opinion, paragraph is pleasant, thats why
ReplyDeletei have read it completely
It's impressive that you are getting thoughts from this paragraph as well as from our discussion made here.
ReplyDeleteItulah hidup mbak, semuanya silih berganti. Semua sudah punya garisnya masing-masing. Kita tinggal menjalani aja.
ReplyDeleteTerima kasih sudah menanggapi postingan di atas!