SELAMAT WISUDA, ZAKIA!


Malam ini aku tidak bisa tidur. Berkali melirik jam, menghitung tiap detik yang terlewat, memeriksa notifikasi di ponsel hampir setiap saat. Padahal lampu kamar telah aku matikan, alunan musik-musik pengantar tidur pun sejak tadi tak berhenti, namun tetap saja mata ini tak mau memejam. Esok hari akan jadi momen bersejarah bagiku, dan mungkin juga keluargaku. Aku wisuda esok hari. Iya, aku akan diwisuda besok. Besok. Aku. Wisuda.

Bapak, Ibu, kakek dan nenekku sudah bertolak dari Cepu menuju Semarang pukul 23.00 tadi. Seperti anak kos pada umumnya, setiap ada agenda keluarga berkunjung ke indekos, kami akan sibuk membersihkan ini dan itu di kamar kami. Merapihkan segala benda berantakan di kamar, menata dan menghias kamar sebaik mungkin, dan menambah lagi pengharum ruangan sampai benar-benar tak terendus betapa absurd kondisi kamar sebelum mereka datang.

Kira-kira pukul 02.00 dini hari aku baru benar-benar terlelap. Ica kembali tidur bersamaku, karena kamarnya pun telah dipenuhi keluarga dan saudaranya yang telah tiba sejak pukul 20.00 tadi. Kami tertidur dengan perasaan tak tenang dan alarm berlapis dipasang bersamaan, yaaa.. sebuah upaya sadar diri karena kami sama-sama susah dibangunkan.

***

04.00
Selasa, 19 Maret 2019

Aku terbangun dengan mata berat bukan main, tapi kesadaranku--harus kuakui--berada di puncaknya. Kembali lagi aku berkutat dengan ponselku, mengecek lagi WhatsApp dari Bapak. Mereka tiba di indekos kira-kira pukul 04.25 saat aku yang masih mengenakan kaos oblong, celana pendek, dan rambut tergelung sesukaku sedang menyeterika baju toga. Hehehe, iya baru sempat pagi harinya. 

Sekujur tubuhku seperti punya energi lebih, ada semangat yang tidak kukenali di dalam diriku pagi ini. Aku mandi dan segera menyiapkan segala peralatan make up yang kumiliki, spray sana-sini, memoleskan primer dan foundation, menimpanya dengan bedak, meratakannya hingga rasanya cukup untuk beralih ke bagian mata. Setelah semua ritual dandan yang cukup merepotkan itu, aku ke bagian yang paling merepotkan: memilih kebaya.

HOW COME BEING GIRL IS SOOOOO COMPLICATED LIKE THIS?!

Aku menghabiskan sekian menit untuk meyakinkan Ibuku tentang kebaya mana yang ingin kupakai. Jauh dari perkiraan, aku yang tadinya ingin berangkat sekitar pukul 05.30, jadi berangkat 30 menit lebih lama. Asal tahu saja, macetnya Sekaran tepat di hari H wisuda adalah jalan yang paling bikin males kemana-mana. Pukul 6.30 kami sampai di Auditorium UNNES, barisan wisudawan telah menunggu di sana. Kami berjalan di atas karpet merah yang terbentang, memasuki Auditorium dengan perasaan campur aduk: bangga, haru, bahagia. Ya Tuhan, jantungku berdebar-debar bukan main. Ternyata karena belum sarapan hehehehe. 

***

Bapak, Ibu, serta nenek, dan kakekku duduk di tribun Auditorium. Seperti kebiasaan Bapak yang sudah-sudah, beliau akan memotret apapun yang menurutnya penting untuk panjat sosial disimpan menjadi kenangan paling bersejarah karena anak pertamanya berhasil lulus studi. Mungkin bagi sebagian orang, sekolahku tidak cukup bergengsi untuk dibanggakan atau masuk daftar universitas impian. Tapi aku tidak peduli. HAHAHAHAHA. Aku tetap bangga bisa lulus dengan beasiswa Azis Foundation alias orangtuaku sendiri. Ekekekekek. Aku tidak peduli dengan mereka yang mengatakan jurusanku hanya jurusan biasa, nilaiku bisa disetting(HAH?!), universitasku tidak begitu hebat, otakku tak cukup pandai untuk mendapat beasiswa, atau segala omongan negatif yang sering aku dengar dari mulut orang lain. Ya Tuhan, aku mengetik paragraf ini dengan sangat emosional.

"Orang bodoh yang suka sekali memberi nasihat tentang kebun kita, sebenarnya justru tidak pernah mengurus tanaman-tanamannya sendiri"  - Paulo Coelho

***

Aku melihat raut muka Ibu dan Nenek yang khidmat menyimak acara wisuda ini waktu demi waktu. Ucapan selamat tiada henti terucap dari kawan, kerabat, kenalan, dan tentu saja pasangan. Bapak tampak serius berdiri paling depan di sisi kanan tribun bersama orangtua wisudawan lainnya yang terlihat betul antusiasmenya. 

Aku berusaha tenang saat tiba giliran namaku disebut. Ya Tuhan, sulit sekali rasanya tidak berdebar disaat-saat seperti ini. Aku melangkah dengan tegap dan sebisa mungkin tetap tenang--semi anggun--hingga di hadapan Pak Dekan. Biar nggak malu-maluin orang orangtua ya kan. Aku gugup bukan main, tapi untungnya semua masih in control. Aku merasa langkah demi langkahku telah direstui seluruh pasang mata di gedung ini. Meski seperti kata banyak orang, wisuda adalah awal dari kenyataan: So, welcome to the jungle, Jakia!



Setelah upacara wisuda berakhir, aku keluar buru-buru menemui kawan-kawan terlebih dahulu. Aku tahu keputusan ini akan memancing amarah keluarga, hehe tapi aku asal yakin aja. Setelah menemui Mas, aku berhasil menemukan Mas Bagus dan Mbak Ema yang jauh-jauh hadir dari Cepu. Kami berjalan berkeliling hingga kembali ke depan Auditorium untuk menemukan orangtuaku dan kawan-kawan Pororo yang kabarnya berada di dekat Gedung H Rektorat. Lalu tanpa sengaja bertemu dengan orangtuaku yang langsung ngedumel karena pusing mencari-cariku. Hehehehehe lagipula ponsel Bapak lowbatt dan lama sekali aktifnya meskipun sudah dibantu power bank. 


Aku jarang sekali melewati momen wisuda kawan-kawanku. Sebisa mungkin aku datang dan syukur kalau bisa membawakan mereka barang setangkai dua tangkai bunga untuk ucapan selamat atas wisuda mereka. Tahun demi tahun kulewati untuk mewarnai pikiranku dan perasaan bahagia setiap orang pada saat wisuda. Aku ingin melihat senyum dan segala hal positif yang ada di seantero kampus. Orangtua, para wisudawan dan wisudawati, beragam pedagang bunga, minuman dingin, makanan atau snack ringan, jasa fotografi, petugas keamanan, semua orang yang sibuk saat perhelatan wisuda selalu menarik untuk dilihat. Energi mereka luar biasa menular padaku. Doa-doa, ucapan selamat dan raut muka bahagia senantiasa ada di sana. Sekarang aku merasakannya sendiri: memakai toga, berkalung samir, mendapat banyak doa baik dan ucapan selamat dari orang-orang sekitarku. Kurasa aku ingin wisuda lagi. 


***

Siang ini terik, namun hujan turun sangat deras. Kurasa Tuhan sengaja menurunkan hujan agar momen wisudaku hari ini terasa sangat indie. Hehehe, dan aku kelaparan hebat karena sejak tadi malam belum makan. Beruntungnya, aku ingat Isni, seorang kawan dari Magelang susah payah datang membuatkanku sepotong kebab khas untukku. Aku tahu ada banyak hal yang harus kusyukuri selama seharian ini. Aku berterima kasih untuk seluruh pihak yang terlibat dalam proses panjangku hingga wisuda hari ini. Aku selalu ingat, aku dikelilingi banyak orang baik. Terima kasih, semesta. 


P.S: Omong-omong, bulan ini jadi bulan kelahiran Bapak. Selamat ulang tahun, Bapak. Semoga wisuda ini menjadi kado yang indah untuk Bapak. I love you.

0 Comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah menanggapi postingan di atas!

My Instagram