#3 Kopi


Sebuah Keindahan


Pernahkah di antara kita sadar bahwa barangkali Tuhan sengaja menciptakan kopi agar kita semua dapat bertemu?

Mengapa harus kopi? Mengapa bukan beer, es dawet, air putih, es teh, atau cokelat saja? Entahlah. Hanya saja, aku menemukan rahmat Tuhan ada di setiap gelas kopi yang kita teguk di sebuah percakapan yang sejuk.

***


Aku tidak ingin membicarakan tentang filosofi kopi. Di antara kita semua pasti punya pandangan yang beragam mengenai kopi dan filosofinya. Aku pun. Aku sadar betul bahwa kopi tidak cukup hanya dilihat dari sekadar warnanya, rasanya, asalnya, dan teknik pembuatannya. Tapi aku ingin menarik sebuah benang merah di antara semua itu bahwa kopi memang sengaja diciptakan untuk membuat semua umat manusia bertemu.

Kukira kopi lebih digdaya dibandingkan internet yang mampu menghapus puluhan kilometer jarak manusia untuk berinteraksi . Internet hanyalah fasilitator, namun kopi adalah objek yang sesungguhnya. Kopi adalah yang paling memegang kekuasaan di sini. Bukan internet atau segala aplikasi dan alat komunikasi lainnya di dunia ini.

***

Dari sebuah kota kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada penghujung Desember, aku dan Bapak melakukan perjalanan. Perjalanan tanpa persiapan macam-macam. Kami hanya memakai jaket dan aku hanya membawa sling bag ukuran tanggung. Tujuan kami adalah Keraton Surakarta, Bapak ingin ke sana untuk melihat perayaan Sekaten di Solo. Sayang sekali, tujuan mulia Bapak ternodai oleh keinginanku yang secara spesifik dapat dikatakan “Untuk apa pergi-pergi tanpa beli-beli(!)”.  Aku yakin Bapak cukup paham dengan apa keinginan putri pertamanya yang paling ia sayangi ini.

Kami beberapa kali berhenti karena hujan deras yang mengguyur selama perjalanan—meskipun sebentar hujan,sebentar reda, sebentar jadian, sebentar udahan—dan memilih santai sejenak di depan toko. Kuota tak terbatas membantu kami berdua untuk menemukan lokasi lain agar kami tidak hanya singgah di satu lokasi saja.

Bapak kembali menyeruput kopi buatan Ibu yang tadi dibawakan sebelum kami berangkat. Sambil menunggu hujan reda, aku terus berselancar untuk mendapatkan lokasi lain yang menarik untuk kami kunjungi. Aku berhenti pada sebuah post tentang coffeshop yang berada di Solo. Post itu ditulis oleh seorang wanita bernama Emma yang merekomendasikan beberapa coffeeshop di Solo dengan tampilan blog yang sedap dipandang, aku merasa menemukan lokasi selanjutnya untuk kukunjungi bersama Bapak—sebagai partner ngopi paling ajib di dunia yang kejam ini.

***

Aku tidak akan bercerita lebih lanjut bagaimana kami sampai di Solo dan apa saja yang kami lakukan di Solo. Dari sebuah post yang saat itu kubaca sampai tuntas, blog yang tadi telah kusimpan untuk dibaca secara offline itu menggiringku untuk tahu lebih jauh siapa pemilik blog tersebut.

Emma, nama panggilannya. Sebuah mention untuk mbak Emma telah kulayangkan dan aku tidak menyangka saat itu juga dia membalas mention ­via twitter. Obrolan kami berlanjut berkirim direct message hingga ke instagram dan BBM.

Ini kali pertama aku menemukan teman ngopiku yang paling menyenangkan—selain Bapak.

Teman ngopi yang tidak hanya menyukai kopi secara random. Tapi paham betul tentang kopi yang kuinginkan dan sekaligus teman bicara yang menyenangkan. Bagaimana aku bisa tahu? Banyak hal yang tak bisa kujelaskan di dunia ini. Seperti mengapa aku mencintai pasanganku, mengapa aku mau berlama-lama di toko buku, bagaimana aku bisa dengan sangat mudah tertidur saat mencoba mengerjakan soal matematika, atau mengapa aku selalu gagal memasak jamur crispy—ughhh, dan mengapa mbak Emma bisa sangat tahu kopi yang kuinginkan.

Awalnya obrolan kami hanya seputar tempat ngopi, kopi, dan teknik penyajian kopi. Segala hal yang berhubungan dengan kopi adalah topik awal yang kami bahas. Namun semakin lama kami semakin berbagi cerita tentang hal-hal lain yang lebih bersifat pribadi, seperti pekerjaan masing-masing, tempat tinggal, kesibukan sehari-hari, hobi, bahkan soal asmara. Mbak Emma yang sudah usia kawin ini—duh, keyboard kafir ini—akhirnya berencana untuk berkunjung ke Semarang LAGI! Alasannya tentu saja jalan jalan ngopi.

Mbak Emma tiba di Stasiun Tawang, Semarang pukul 08.00 pagi. Menyenangkan bisa menemuinya tanpa harus berputar-putar mencari wujudnya. ini adalah pernyataan bahwa keaslian dan aktualisasi gambar diri adalah yang terpenting ketimbang berbagai filter kamera masa kini. Setelah bercakap-cakap sejenak sambil berkenalan secara langsung, aku sangat bahagia bahwa mbak Emma sama hebohnya seperti di dalam chat. Tujuan utama kami menuju beberapa tempat yang sudah ada di dalam wishlist dari mbak Emma.

***

Pagi itu kami pergi ke Kota Lama Semarang, kami menemukan salah satu hal terbaik di dunia ini yang diciptakan Tuhan: Kopi Robusta. Seorang Bapak berdagang kopi keliling dengan cara tradisional menyita perhatian kami. Ia menjual satu jenis kopi single origin dari Temanggung. Kelengkapan cerita ini sudah dikemas di blog pribadi mbak Emma di sini. Kami banyak mendapat ilmu baru lagi tentang kopi. Kenyataan bahwa keindahan dunia dapat terwakili melalui kopi. Kebahagiaan yang ditimbulkan bukan sebatas rasa, warna, dan sensasi dari kopi itu sendiri, melainkan juga bagaimana kami bertemu orang-orang baru, ilmu baru, kebahagiaan-kebahagiaan sederhana dan meaningful , energy positif lebih banyak, juga sudut pandang yang lebih beragam dalam menghadapi dunia.

Aku masih percaya bahwa Tuhan sengaja menciptakan kopi untuk mempertemukan seluruh umat manusia dengan berbagai cara yang berbeda. Aku percaya bahwa kopi jauh lebih digdaya ketimbang beer atau soda. Aku juga percaya bahwa kopi adalah alasan terbesar mengapa dua insan manusia bisa saling jatuh cinta.



p.s post ini dibuat untuk merayakan setahun awal pertemananku dengan mbak Emma. Terima kasih  juga untuk buku science fiction karangan mbak Emma, cantik sekali dan aku suka. Semoga lekas bertemu dan menikah dengan pangeran tampan, biar aku bisa ke Solo dengan alasan menghadiri undangan. Ehe. :D
Buku dari mbak Emma :*


#30Hari30Tulisan
#3

16 Comments

  1. Mending kopi apa coklat ? Coklat mas mboy wkwk

    ReplyDelete
  2. Mending kopi apa coklat ? Coklat mas mboy wkwk

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Hahaha iyaaaa faaar. I love them so much! 😍😍😍

      Delete
  4. Sampai sekarang aku masih ga paham ya Jak kok bisa2nya cuma dr kolom komen kita bisa ketemu dan temenan sejauh ini. We talk each other, seru2an, saru2an, kayak udah temenan seabad. Kita ga perlu saling menjelaskan jalan pikiran kita satu sama lain, tapi udah saling tau dan paham bener. Ajaib sih, menginngat kita ini tipe orang yg jalan pikirannya susah dimengerti sama kebanyakan orang.

    To be honest, tiap baca tu part kawin2 rasanya pengen tak jewer sampai merah kupingmu Jak... tapi ntar aja, tak pending dulu sampai pertemuan selanjutnya. Dirapel biar marem. Haaa...

    Happy temenan ya buat kita. Semoga samawa. Ehgimana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa mbak, udah berasa kek kita temenan lama bettt dan udah rapet banget gitu. Hihihi

      Dan I was surprised pas kamu beneran ke Semarang, kita ketemu main bareng seharian dah kek pasangan LDR kangen-kangenan. Wkwkwkwk

      Ng.. Soal nikah nikah itu bisa dibicarakan secara kekeluargaan ya mbak. Mohon bersabar.

      Hahahah happy temenan yaaa. 😂

      Delete
  5. Kopi mengikat setiap pertemuan. Karena ikatannya yang erat, makanya digunakan istilah kopdar.
    (padahal kopdar diadaptasi dari kebiasan radio brik).

    Saran: jenis font dan ukurannya diganti dong. Susah bacanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, sorry baru baca komen kamu. Saran ditampung ya. Next post, saya coba ganti. Terima kasih. 😉

      Delete
    2. Aku rasa sudah cukup fotnya ya, Teh, tapi kurang besar ukurannya..hehe

      Delete
  6. Suka seneng sama orang yang berjiwa kopi.
    tapi sejauh ini aku adalah tea person.
    tapi kalau boleh memilih sebetulnya aku lebih suka susu,

    btw, punya temen ngopi itu ternyata asik juga.
    akupun pernah sekali dua kali seperti itu,
    aku jadi kangen saat kopi ku semakin mendingin tapi percakapan semakin menghangat.
    Tuhan tidak salah menciptakan kopi.
    jadi kapan teh Zakia mau ngopi bareng aku ?

    ReplyDelete
  7. Kopi, ya kopi saya bundar, #Ehh..
    Bagiku kopi memang gak menjadi minuman faforit. Tapi bukan berarti gak suka. Memang, ada beberapa kopi yang pernah aku cicipi kurang pas di lidah.

    Tapi, kopi itu bisa menemani dikala malam, menenami menulis diary, apalagi tugas. Makannya di Jogja, di kedai2 kopi tak heran kalau sedari malam sampe pagi selalu ramai.

    Aku pernah sampai pagi di tempat kopi nemenin teman yang sedang skripsi. Dan, memang kebanyakan mereka yang sampai pagi itu mahasiswa tingkat akhir. Itu tandanya kopi bisa menemani bertugas hingga nyaman dan santai..hehe..

    Aku penasaran sama buku yang dikasih. Tentang apa ya, Teh? hehe..

    ReplyDelete
  8. Saya juga suka kopiiii 😊. Ternyats benar ya... Menulis, di blog khususnya, bs menambah teman jg. Buktinya zakia bisa berkenalan dgn emma. Ini lagi project nulis ya di blog. Tiap hari bikin tulisan yg ditandai hari keberapa. Mantap tuh. Jadi motivasi utk terus konsisten mnulis kan ya.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah menanggapi postingan di atas!

My Instagram